Kamis, 08 Januari 2015

Guru penuh cinta dan (selalu) dihati



Oleh Dek Ngurah Laba Laksana

saya tidak suka dengan guru itu, dia galak sekali
wah, senangnya hari ini tidak ada pelajaran, gurunya tidak masuk sekolah
Dua kalimat ekspresi tersebut seakan menandakan kehadiran guru di sekolah sangat diharapkan. Kalaupun hadir sangat dinantikan, dia ada dalam kelas penuh senyum dan menenangkan siswanya.
Memang tidak dipungkiri, persepsi siswa tentang guru sangat beragam, namun selalu mengerucut mengharapkan sosok guru yang penuh cinta sehingga selalu ada dihati siswa dan dinanti kehadirannya. Lalu dimana guru mendapatkan ilmu tersebut untuk dipelajari? Toh, kalaupun ada ilmunya, sangat sulit untuk bisa dipelajari. Kenapa? Jelas, untuk menjadi guru penuh cinta, sangat erat kaitannya dengan pembentukan karakter guru. Karakter yang terbentuk sejak dia merekam apa yang dia liat dari sosok gurunya terdulu, kemudian apa yang dia liat ketika ada dibangku kuliah dengan dosen-dosen yang terlahir dari sosok guru masa lalu.
Ini adalah sebuah rantai yang tidak harus diputus dalam menterjadikan guru sebagai guru penuh cinta. Citra dosen yang lebih tinggi daripada guru membuatnya merasa hebat dan disegani dikampus. Seakan image ini membuat jarak dosen dengan mahasiswa renggang. Dimana fakta ini berimbas pada buah tangan dosen yaitu calon guru masa depan.
Tahun 2045 adalah tahun yang dicanangkan pemerintah untuk melahirkan generasi emas Indonesia. Tigapuluh tahun lagi, itu waktu dimana pembenahan sudah mulai dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya. Generasi emas bukan untuk satu, dua atau puluhan anak bangsa. Tapi sebagian besar anak bangsa harus menjadi generasi emas. Jadi, tugas ini bukan semata menjadi tugas Pak Menteri dan Pak Preseden. Ini adalah tugas mulia seorang dosen dan guru. Jangan sampai tugas surga ini hanya dialamatkan kepada guru, tapi siapa pencetaknya juga harus mendapat perhatian.
Seandainya suasana kampus (khususnya kampus pencetak guru) penuh dengan cinta, suasana sejuk dan teduh, akademis dan penuh senyum manis. Kemudian diinduksi pada suasana sekolah yang juga demikian. Alahkah indahnya dunia pendidikan ini. Anak-anak akan datang ke sekolah.
Bu, saya mau ke sekolah, di sekolah enak bu daripada di rumah.”
Berharap, kalimat ekspresi ini yang selalu muncul. Anak-anak sekolah dasar berbondong-bondong ke sekolah untuk belajar, guru-guru selalu datang ke sekolah untuk membuat siswa belajar, guru tidak ada beban mengajar, karena guru hadir dengan cinta. Guru inilah yang akan melahirkan generasi emas penuh cinta. Guru selalu dihati, itulah harapan guru masa kini dan masa depan.


* Penulis adalah mahasiswa S-3 Prodi Teknologi Pembelajaran Pascasarjana Univ. Negeri Malang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar