Oleh Dek Ngurah Laba Laksana
“saya tidak suka dengan guru itu, dia galak sekali”
“wah, senangnya hari ini tidak ada pelajaran,
gurunya tidak masuk sekolah”
Dua kalimat ekspresi tersebut seakan menandakan kehadiran guru di
sekolah sangat diharapkan. Kalaupun hadir sangat dinantikan, dia ada dalam
kelas penuh senyum dan menenangkan siswanya.
Memang tidak dipungkiri, persepsi siswa tentang guru sangat beragam,
namun selalu mengerucut mengharapkan sosok guru yang penuh cinta sehingga
selalu ada dihati siswa dan dinanti kehadirannya. Lalu dimana guru mendapatkan
ilmu tersebut untuk dipelajari? Toh, kalaupun ada ilmunya, sangat sulit untuk
bisa dipelajari. Kenapa? Jelas, untuk menjadi guru penuh cinta, sangat erat
kaitannya dengan pembentukan karakter guru. Karakter yang terbentuk sejak dia
merekam apa yang dia liat dari sosok gurunya terdulu, kemudian apa yang dia
liat ketika ada dibangku kuliah dengan dosen-dosen yang terlahir dari sosok
guru masa lalu.
Ini adalah sebuah rantai yang tidak harus diputus dalam menterjadikan
guru sebagai guru penuh cinta. Citra dosen yang lebih tinggi daripada guru
membuatnya merasa hebat dan disegani dikampus. Seakan image ini membuat jarak dosen dengan mahasiswa renggang. Dimana fakta
ini berimbas pada buah tangan dosen yaitu calon guru masa depan.
Tahun 2045 adalah tahun yang dicanangkan pemerintah untuk melahirkan
generasi emas Indonesia. Tigapuluh tahun lagi, itu waktu dimana pembenahan
sudah mulai dilakukan dari tahun-tahun sebelumnya. Generasi emas bukan untuk
satu, dua atau puluhan anak bangsa. Tapi sebagian besar anak bangsa harus
menjadi generasi emas. Jadi, tugas ini bukan semata menjadi tugas Pak Menteri dan
Pak Preseden. Ini adalah tugas mulia seorang dosen dan guru. Jangan sampai
tugas surga ini hanya dialamatkan kepada guru, tapi siapa pencetaknya juga
harus mendapat perhatian.
Seandainya suasana kampus (khususnya kampus pencetak guru) penuh dengan
cinta, suasana sejuk dan teduh, akademis dan penuh senyum manis. Kemudian diinduksi
pada suasana sekolah yang juga demikian. Alahkah indahnya dunia pendidikan ini.
Anak-anak akan datang ke sekolah.
“Bu, saya mau ke sekolah, di sekolah enak bu daripada di rumah.”
Berharap, kalimat ekspresi ini yang selalu muncul. Anak-anak sekolah
dasar berbondong-bondong ke sekolah untuk belajar, guru-guru selalu datang ke
sekolah untuk membuat siswa belajar, guru tidak ada beban mengajar, karena guru
hadir dengan cinta. Guru inilah yang akan melahirkan generasi emas penuh cinta.
Guru selalu dihati, itulah harapan guru masa kini dan masa depan.
* Penulis adalah mahasiswa S-3 Prodi Teknologi
Pembelajaran Pascasarjana Univ. Negeri Malang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar