JIKA PEMBELAJARAN
TANPA BERLANDASKAN TEORI
Oleh:
D.N. Laba Laksana
Tulisan ini
tergores dari kesengajaan penulis mengamati anak kelas II di salah satu sekolah
swasta terakreditasi “A” di Bali. Jelas disini tidak mempermasalahan status
akreditasinya. Karena berbicara hal itu, terdapat banyak aspek besar dalam
memberikan analisisnya, mulai dari standar isi sampai standar pembiayaan.
Pembelajaran
(dalam teori mengajar dan teori belajar) secara umum ada tiga kegiatan utama,
yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (termasuk formatif dan sumatif).
Nah, fokus pengamatan penulis dalam kejadian ini adalah proses ketiga, yaitu
melaksanakan penilaian sumatif. Mengapa penilaian yang menjadi acuan penulis?
Hal ini erat kaitannya dengan proses perencanaan dan pelaksanaan. Dengan
menganalisis penilaian yang dilakukan, dapat diketahui apakah perencanaan dan
pelaksanaan yang dilakukan sudah sesuai teori pembelajaran (selalu berlandaskan
teori mengajar dan teori belajar).
Dua teori yang
akan dikonfrontasi disini adalah teori Piaget tentang tahapan perkembangan
belajar anak dan teori hasil belajar oleh Anderson dan Krathwohl. Cukup dengan
dua teori ini untuk mempermudah dan mempercepat analisis.
Pertama,
penulis akan mulai dari bukti kasusnya,
Bagaimana
dengan kasus yang kedua? Penulis garis bawahi, kasus yang kedua adalah konten
pendidikan agama. Berarti secara awam kita sebut ini masalah akhlak, sikap, dan
keyakinan. Dimana tujuan dari konten agama diberikan di semua satuan pendidikan
adalah meghasilkan SDM yang berakhlak mulia. Dan ini tidak bisa dinilai dengan
menggunakan domain kognitif (C1-C6). Dalam bukunya tentang taksonomi
pendidikan, tidak semua konten bisa dinilai dengan taksonomi kognitif (saja).
Apalagi yang menyangkut masalah akhlak. Terang saja, ditempat teori ini
dilahirkan memang tidak mengenal adanya pelajaran agama di sekolah. Kemudian
akan muncul pertanyaan apakah pebelajar yang bisa menyebutkan sifat-sifat dari
atma dikatakan berakhlak? Jelas, ini tidak bisa dinilai dengan taksonomi
kognitif tetapi dapat menggunakan taksonomi afektif.
Ketika kita
masih melakukan pembelajaran asal mengajar dan asal tercapai target silabus,
tanpa memperhatikan dan berjalan dengan landasan teori yang ada, maka sakitnya
tuh di masa depan generasi emas Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar