Jumat, 05 Februari 2010

BISNIS TERHORMAT BAGI GURU

BISNIS TERHORMAT BAGI GURU DI BIMBINGAN BELAJAR

Oleh

Dek Ngurah Laba Laksana

Diikutkan dalam lomba penulisan essay kategori guru se-Bali Tahun 2009

Basis sebuah pendidikan adalah suatu proses yang membantu manusia untuk dapat mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan yang ada, dengan sikap terbuka serta kreatif. Oleh karena itu, setiap bagian dari proses belajar-mengajar yang dirancang dan diselenggarakan tenaga pendidikan harus dapat memberikan sumbangan nyata dalam upaya pencapaian tujuan tersebut. Pendidikan juga diharapkan mampu membebaskan manusia untuk selalu sadar akan realitas sosial, bukan pendidikan yang malah menjauhkan manusia dari kenyataan hidup yang ada.

Pendidikan merupakan sektor yang sangat vital dalam proses perjalanan peradaban sebuah bangsa. Melalui pendidikan kita gantungkan masa depan, Apakah menjadi bangsa yang berkualitas atau sebaliknya? Kualitas pendidikan tidak terlepas dari peran seorang pendidik. Peran ini hanya bisa dilaksanakan oleh seorang guru. Di mana peran ini merupakan salah satu dari tujuh peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3) pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap lembaga.

Dari peran tersebut, posisi guru adalah di puncak dalam mengembangkan, mengontrol, mengawasi anak didik menjadi jauh lebih baik. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa peran ini tidak semuanya dapat dilaksanakan oleh guru, hal inilah yang menyebabkan merosotnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini terlihat dari hasil survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Lembaga ini menempatkan posisi Indonesia di bawah rata-rata, termasuk ranking bawah dibandingkan pendidikan beberapa negara di Asia Tenggara. Bila nilai rata-rata untuk matematika adalah 467, Indonesia hanya mampu mencapai angka 411. Begitu juga untuk nilai di bidang sains, Indonesia hanya 420, angka ini masih jauh di bawah nilai rata-rata 474.

Kenyataan ini semakin menurunkan peran aktif guru sebagai pilot project dalam meningkatkan kualitas peserta didiknya. Belum lagi tuntutan sertifikasi guru yang mengisyaratkan seorang guru harus melaksanakan tatap muka sekurang-kurangnya 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (2). Tuntutan ini kian mengkerdilkan peran guru di sekolah terutama dalam memberikan bimbingan bagi peseta didiknya. Guru seakan-akan berlomba mengisi semua waktunya untuk mengajar di beberapa sekolah bahkan rela tidak dibayar ataupun dibayar dengan honor yang rendah asalkan dapat mengajar di sekolah tersebut. Dengan kesibukan tersebut, kegiatan belajar mengajar di kelas tidak mungkin dapat terlaksana secara maksimal mengingat guru juga manusia yang terkadang mempunyai rasa lelah sehingga PBM mungkin hanya sekedar untuk mengisi jam pelajaran saja.

Tidak hanya beban kerja guru saja yang menyebabkan kualitas pembelajaran tidak berjalan dengan maksimal. Kurikulum satuan pendidikan (KTSP) yang menjadikan siswa sebagai objek pembelajaran (student centre) menyebabkan proses belajar mengajar menjadi monoton, sehingga kejenuhan siswa tidak bisa dihindari. Kejenuhan ini terjadi seiring dengan beban tugas yang diberikan guru bertambah berat. Karena setiap guru memang dimandatkan untuk memberikan pekerjaan rumah sebagai bagian dari perencanaan pembelajaran yang dibuat. Bisa dibayangkan, jika satu guru memberikan satu tugas dengan berbagai variasinya dan untuk jenjang Sekolah Menengah Atas dalam program umum mendapatkan 15 mata pelajaran per minggu. Sudah dapat kita ketahui banyaknya beban tugas yang harus dikerjakan oleh seorang peserta didik. Keadaan ini memaksa mereka mereduksi waktu untuk bermain maupun kegiatan rekreasi lainnya. Kejenuhan ini juga dapat disebabkan karena siswa tidak menyukai guru yang mengajar mata pelajaran tertentu. Walaupun sudah ada pengertian, boleh saja benci kepada gurunya namun jangan sampai benci pada pelajarannya. Namun keenyataannya, keadaan ini sering ditemukan di sekolah-sekolah.

Kemudian, siapa yang akan bertanggung jawab untuk menghilangkan kejenuhan siswa belajar di sekolah dan menurunnya kualitas pembelajaran di kelas? Sekilas mungkin dengan memasukkan siswa ke dalam lembaga bimbingan belajar. Karena di sini, siswa atau orang tua siswa dapat meemilih sendiri tempat bimbingan yang mereka kehendaki. Tapi adakah yang salah ketika seorang guru mengajar di tempat bimbingan belajar? Apakah di tempat bimbingan belajar guru hanya mencari laba semata?

Bimbingan belajar diperuntukan bagi siswa yang kurang dapat memahami pelajaran di sekolah atau siswa yang ingin memahami lebih baik materi yang sudah diberikan di sekolah. Harga yang ditawarkan pun berbeda tergantung kebutuhan dan jenis mata pelajarannya. Sehingga siswa memiliki banyak variasi untuk memilih bimbingan belajar yang diinginkan. Saingan antar bimbingan belajar juga terus terjadi, dari diskon harga sampai pengembalian uang bimbingan belajar jika peserta didik tidak tidak naik kelas atau tidak mendapatkan sekolah yang mereka idamkan. Perang promo ini sudah pasti akan meningkatkan kualitas bimbingan belajar itu sendiri. Kualitas suatu bimbingan belajar memang tidak bisa diragukan, karena bimbingan belajar dikelola dengan managemen tersendiri dan publik pun dapat menilai kinerjanya. Pengelola bimbingan belajar juga tidak akan menggunakan tenaga pengajar atau guru yang tidak berkompeten di bidangnya. Dengan demikian guru yang juga mengajar di bimbingan belajar akan terus berkreasi, berkompetensi, dan berinovasi secara berkesinambungan sesuai dengan prinsip belajar long life education.

Guru memiliki kesempatan berbisnis terhormat untuk menambah penghasilan juga meningkatkan ilmu pengetahuannya dengan mengajar di tempat bimbingan belajar atau sebagai pendiri bimbingan belajar. Sehingga mengajar di bimbingan belajar merupakan langkah positif bagi guru daripada menunggu tunjangan dua kali gaji pokok.

Namun sorotan dari masyarakat tidak mungkin dapat dielakkan, guru dianggap mencari laba semata. Memang ironis, beberapa oknum guru memanfaatkan kesempatan ini untuk meraup rupiah sebanyak-banyaknya. Dengan tidak memberikan materi secara detail di kelas, oknum guru berharap peserta didik akan berduyun-duyun datang ke tempat bimbingan belajarnya. Di sinilah oknum guru menggunakan trik jitunya, memberikan materi atau membahas soal-soal yang akan dijadikan bahan ulangan harian atau ulangan umum. Dengan demikian peserta didik yang tidak ikut bimbingan bukanlah menjadi saingan mereka untuk mendapat nilai tinggi.

Bimbingan belajar akan tetap sehat jika ada peran serta pemerintah daerah untuk melarang guru dalam memberikan bimbingan belajar untuk siswa yang berasal dari sekolah di mana guru tersebut mengajar. Pemerintah harus tegas melaksanakan larangan ini agar oknum guru tersebut tidak asal-asalan mengajar dan memanfaatkan keadaan ini secara tidak professional. Sehingga kegiatan di dalam proses bimbingan belajar benar-benar dilaksanakan secara professional tanpa mencari keuntungan yang munafik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar